Thursday, 31 March 2016

Sejarah Dan Aliran Kebatinan


Pada tanggal 19 dan 20 Agustus 1955 di Semarang telah diadakan kongres dari berpuluh-puluh budaya kebatinan yang ada di berbagai daerah di jawa dengan tujuan untuk mempersatukan semua organisasi yang ada pada waktu itu. Kongres berikutnya yang diadakan pada tanggal 7 Agustus tahun berikutnya di surakarta sebagai lanjutannya, dihadiri oleh lebih dari 2.000 peserta yang mewakili 100 organisasi. Pertemuan-pertemuan itu berhasil mendirikan suatu organisasi bernama Badan Kongres Kebatinan Indonesia (BKKI) (Badan 1956), yang kemudian juga menyelenggarakan dua kongres serta seminar mengenai masalah kebatinan dalam tahun 1959, 1961 dan 1962 (Pakan 1978:98)

Kebanyakan budaya kebatinan di Jawa awalnya merupakan budaya lokal saja dengan anggota yang terbatas jumlahnya, yakni tidak lebih dari 200 orang. budaya seperti itu secara resmi merupakan “aliran kecil”, seperti Penunggalan, Perukunan Kawula Manembah Gusti, Jiwa Ayu dan Pancasila Handayaningratan dari Surakarta; Ilmu Kebatinan Kasunyatan dari Yogyakarta; Ilmu Sejati dari Madiun; dan Trimurti Naluri Majapahit dari Mojokerto dan lain-lain.

Sebagian kecil dari budaya kebatinan ini biasanya mempunyai anggota tak lebih dari 200 orang namun ada yang beranggotakan lebih dari 1000 orang yang tersebar di berbagai kota di Jawa dan terorganisasi dalam cabang-cabang dan lima yang besar adalah Hardapusara dari Purworejo, Susila Budi Darma (SUBUD) yang asalnya berkembang di Semarang, Paguyuban Ngesti Tunggal (Pangestu) dari Surakarta, Paguyuban Sumarah dan Sapta dari Yogyakarta.

Hardapusara adalah yang tertua diantara kelima gerakan yang terbesar itu, yang dalam tahun 1895 didirikan oleh Kyai Kusumawicitra, seorang petani desa kemanukan dekat Purworejo. Ia konon menadatkan ilmu dari menerima wangsit dan ajaran-ajarannya semula disebut kawruh kasunyatan gaib. Para pengikutnya mula-mula adalah seorang priyayi dari Purworejo dan beberapa kota lain di daerah bagelan. Organisasi ini dahulu pernah berkembang dan mempunyai cabang-cabangnya di berbagai kota di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan juga Jakarta. Jumlah anggotanya konon sudah mencapai beberapa ribu orang. Ajaran-ajarannya termaktub dalam dua buah buku yang para pengikutnya sudah hampir dianggap keramat, yaitu Buku Kawula Gusti dan Wigati.

Susila budi (SUBUD) didirikan pada tahun 1925 di Semarang, pusatnya sekarang berada di Jakarta. Budaya ini tidak mau disebut budaya kebatinan, melainkan menamakan dirinya “Pusat Latihan Kejiwaan”. Anggota-anggotanya yang berjumlah beberapa ribu itu tersebar di berbagai kota diseluruh indonesia dan mempunyai sebanyak 87 cabang di luar negeri. Banyak dari para pengikutnya adalah orang Asia, Eropah, Australia dan Amerika. Doktrin ajaran organisasi itu dimuat dalam buku berjudul Susila Budhi Dharma, pada masa yang sama gerakan ini juga menerbitkan majalah berkala berjudul Pewarta Kejiwaan Subud.

Pagguyuban Ngesti Tunggal, atau lebih terkenal dengan nama Pangestu adalah sebuah budaya kebatinan lain yang luas jangkauannya. Gerakan ini didirikan oleh Soenarto, yang di antara tahun 1932 dan 1933 menerima wangsit yang oleh kedua orang pengikutnya dicatat dan kemudian diterbitkan menjadi buku Sasangka Djati.

Pangestu didirikan di Surakarta pada bulan Mei 1949, dan anggota-anggotanya yang kini sudah berjumlah 50,000 orang tersebar di banyak kota di Jawa, terutama berasal dari kalangan Priyayi. Namun anggota yang berasal dari daerah Pedesaan juga banyak yaitu yang tinggal di pemukiman Transmigrasi di Sumatera dan Kalimantan. Majalah yang dikeluarkan organisasi itu Dwijawara merupakan tali pengikat bagi para anggotanya yang tersebar itu.

Paguyuban Sumarah juga merupakan organisasi besar yang dimulai sebagai suatu gerakan kecil, dengan pemimpinnya bernama R. Ng. Sukirno Hartono dari Yogyakarta. Ia mengaku menerima wahyu pada tahun 1935. Pada akhir tahun 1940an gerakan itu mulai mundur, namun berkembang kembali tahun 1950 di Yogyakarta. Jumlah anggotanya kini sudah mencapai 115,000 orang baik yang berasal dari golongan Priyayi maupun dari kelas-kelas masyarakat lain.

Sapta Darma adalah yang termuda dari kelima gerakan kebatinan yang terbesar di Jawa yang didirikan tahun 1955 oleh guru agama bernama Hardjosaputro yang kemudian mengganti namanya menjadi Panuntun Sri Gutomo. Beliau berasal dari desa Keplakan dekat Pare. Berbeza dengan keempat organisasi yang lain, Sapta Darma beranggotakan orang-orang dari daerah Pedesaan dan orang-orang pekerja kasar yang tinggal di kota-kota. Walaupun demikian para pemimpinnya hampir semua Priyayi. Buku yang berisi ajarannya adalah Kitab Pewarah Sapta Darma.

Walaupun budaya kebatinan ada di seluruh daerah di Jawa, namun Surakarta sebagai pusat kebudayaan Jawa agaknya masih merupakan tempat dimana terdapat paling banyak organisasi kebatinan yang terpenting. Dalam tahun 1970 terdapat 13 organisasi kebatinan di sana, lima diantaranya dengan anggota sebanyak antara 30-70 orang, tetapi ada satu yang anggotanya sekitar 500 orang dalam tahun 1970. Sepuluh lainnya adalah organisasi-organisasi yang besar, yang berpusat dikota-kota lain seperti Jakarta, Yogyakarta, Madiun, Kediri dan sebagainya.

S.De Jong yang mempelajari budaya kebatinan Jawa di Jawa Tengah, melaporkan bahawa dalam propinsi Jawa Tengah saja tercatat sebanyak 286 organisasi kebatinan dalam tahun 1870, dengan kemungkinan bahwa masih ada organisasi-organisasi kecil lainnya yang tidak berdaftar di sana.


Pengikut-pengikut terkemuka dari budaya kebatinan, yang diantaranya ada yang berlatar belakang pendidikan psikologi, biasanya menjelaskan bahwa timbulnya berbagai budaya itu disebabkan kerana sebagian besar orang Jawa perlu mencari hakikat alam semesta, intisari kehidupan dan hakikat Tuhan. Ahli sosiolagi Selosoemardjan berpendirian bahwa orang jawa pada umumnya cenderung untuk mencari keselarasan dengan lingkungan dan hati nuraninya, yang sering dilakukannya dengan cara-cara metafizik.


Posted by Panglima Pangeran Cakrabuana

Panglima Pangeran Cakrabuana


Pantun: Usah Mencipta Angkara By Panglima Pangeran Cakrabuana



Usah beronak mencipta angkara,
Amanah dijunjung paling utama,
Pada negara jangan derhaka,
Agar tak tersasar nafsu serakah.

Pesan yang lama sentiasa diingat,
Usah menghalalkan cara kerana hajat,
Demi kenikmatan yang tak berkat,
Kemenangan bukannya untuk jalan singkat,
Nanti kaki sendiri tersadung terjerat,
Dunia terang tiada berganti gelap gelemat, 
Dulukan rakyat bukannya kaum kerabat.

Kalau benar mengidam kuasa,
Hendaklah wajar tingkah dan cara,
Kalau kuasa hendak digenggam,
Kebaikan orang jangan dihentam.


Kalau kuasa ingin dirampas,
Jangan sampai hendak menindas,
Kalau kuasa dimahukan sungguh,
Buangkan sombong lemparkan ego.


Kehebatan kuasa ingin dilakar,
Keaiban orang jangan diselongkar,
Keinginan berkuasa sekiranya hadir,
Jangan suka mempersenda menyindir,
Kalau kuasa menjadi keutamaan,
Tingkatkan takwa kukuhkan iman.


Posted by Panglima Pangeran Cakrabuana

Saturday, 19 March 2016

"Pangeran Cakrabuana" Tokoh Karismatik Pendiri Kota Cirebon

Masyarakat Cirebon mungkin sudah tidak asing lagi dengan Pangeran Cakrabuana, menurut Manuskrip Purwaka Caruban Nagari, pada abad 15 di pantai Laut jawa ada sebuah desa nelayan kecil bernama Muara Jati. Pada waktu itu sudah banyak kapal asing yang datang untuk berniaga dengan penduduk setempat. Pengurus pelabuhan adalah Ki Gedeng Alang-Alang yang ditunjuk oleh penguasa Kerajaan Pajajaran dan di pelabuhan ini juga terlihat aktivitas Islam semakin berkembang. Ki Gedeng Alang-Alang memindahkan tempat pemukiman ke tempat pemukiman baru di Lemahwungkuk, 5 km arah selatan mendekati kaki bukit menuju kerajaan Galuh. Sebagai kepala pemukiman baru diangkatlah Ki Gedeng Alang-Alang dengan gelar Kuwu Cerbon. Pada Perkembangan selanjutnya, Pangeran Walangsungsang, putra Prabu Siliwangi ditunjuk sebagai Adipati Cirebon dengan Gelar Cakrabumi. Pangeran inilah yang mendirikan Kerajaan Cirebon, diawali dengan tidak mengirimkan upeti kepada Raja Galuh. Oleh karena itu Raja Galuh mengirimkan bala tentara ke Cirebon Untuk menundukkan Adipati Cirebon, namun ternyata Adipati Cirebon terlalu kuat bagi Raja Galuh sehingga ia keluar sebagai pemenang.

Dengan demikian berdirilah kerajaan baru di Cirebon dengan Raja bergelar Cakrabuana. Berdirinya kerajaan Cirebon menandai diawalinya Kerajaan Islam Cirebon dengan pelabuhan Muara Jati yang aktivitasnya berkembang sampai kawasan Asia Tenggara.

Sampai saat ini Pangeran Cakrabuana dikenal sebagai salah satu Tokoh pendiri Cirebon, kepiawaian beliau memerintah di Cirebon sangat dikenal, dilihat dari beberapa peninggalan sejarah terjadi perpaduan seni dan budaya termasuk bahasa di Cirebon. Keanekaragaman suku bangsa dan agama tidak menjadi penghalang berjalannya pemerintahan saat itu, toleransi beragama sangat dijunjung tinggi sehingga siapapun yang tinggal di Cirebon saat itu bisa beraktivitas secara leluasa dan sepeninggal beliau sampai saat sekarang masih terjadi akulturasi budaya dan tentunya bukan sebagai budaya masing-masing suku bangsa tetapi sebagai budaya Cirebon termasuk bahasa yaitu bahasa Cirebon sebagai salah satu kekayaan bangsa.

Sudah sepatutnyalah kita sebagai generasi sekarang mampu menghargai dan menjunjung tinggi apa yang telah dilakukan oleh pendahulu kita, mari kita bangun Cirebon dan tentunya Negara Kesatuan Republik Indonesia sehingga diperhitungkan kembali di mata Internasional secara politik, perdagangan, budaya dan tentunya toleransi yang telah ditunjukan oleh para pendahulu kita.


Posted by Panglima Pangeran Cakrabuana

Saturday, 12 March 2016


Ilmu kerohanian datang daripada Allah, kita tidak hebat kita tidak kuat dan kita tidak kebal ia berlaku semua dengan izin dan kekuasaan Allah S.W.T bersebabkan kita mempelajari ilmu tersebut. Ramai membuat hukum hakam yang tidak ada dalam Quran dan Hadis. Mereka mula menyempitkan ilmu Allah S.W.T dan menuduh kami menggunakan jin. Mereka melihat kekuasaan kekuasaan jin daripada kekuasaan Allah. Barangkali iman dan ilmu mereka lebih hebat daripada sahabat Nabi S.A.W. Katakanlah (Wahai Muhammad):- "Tidak sekali-kali akan menimpa kami sesuatu pun melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami. Dialah pelindung yang menyelamatkan kami, dan (dengan kepercayaan itu) maka kepada Allah jualah hendaknya orag-orang beriman bertaqwal". Inilah tauhid dan pegangan kita bukan kebal tapi yakin akan perlindungan Allah S.W.T. Kebal cuma istilah Melayu kita tidak ada kebal dan kita hanya mempercayai dan yakin makhluk tidak dapat memberi kesan dan yang dapat memberi kesan hanya Allah S.W.T. Adakah peluru, pisau lebih berkuasa daripada Allah S.W.T??? Dan jika Allah mengenakan engkau dengan sesuatu yang membahayakan, maka tiada sesiapa pun yang akan dapat menghapuskannya melainkan Dia, dan jika ia menghendaki engkau beroleh sesuatu kebaikan, maka tiada sesiapapun yang akan dapat menghalang limpah kurniaNya. Allah melimpahkan kurniaNya itu kepada sesiapa yang dikehendakiNya dari hamba-hambaNya, dan Dialah yang Maha Pengampun Lagi Maha Mengasihani.

Credit by Panglima Imam Perang Azlan